Home / VIRAL / Ketika Buya Syafi'i Rindu Sosok Gus Dur di Tengah Carut Marut Politik Saat Ini
Sabtu, 31 Maret 2018
Ketika Buya Syafi'i Rindu Sosok Gus Dur di Tengah Carut Marut Politik Saat Ini
Mantan Ketum PP
Muhammadiyah Buya Syafii Maarif menilai Pilkada DKI 2017 melahirkan
polarisasi politik yang luar biasa. Permasalahan agama yang diangkat
dalam masa kampanye itu, menurutnya, membuat bias soal mana kawan dan
mana lawan. "Di DKI kemarin terjadi
polarisasi yang tajam sampai ke akar rumput, sampai ke pelosok. Dan di
suatu masjid tidak tahu lagi ini kawan atau lawan, karena (praktik
politik) pakai agama," ujar Buya saat memberi kuliah umum di acara
Diversity Award di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).
Buya menceritakan, pada
saat itu Pilkada DKI memanas, dirinya berada dalam posisi yang mengikuti
akal sehat, yang artinya tidak memihak. Namun dirinya justru mendapat
hujatan dari masyarakat. Syafii mengaku
merindukan sosok Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau yang akrab
disapa Gus Dur. Sebagaimana diketahui, Gus Dur memang dikenal sebagai
tokoh keberagaman Indonesia. "Nah, saya mencoba
berdiri menurut akal sehat saya juga dihujat. Mengapa? Ya karena Gus Dur
nggak ada. Kita memang merindukan orang seperti itu," tutur Syafii. "Saya juga nggak tahu ini agak panjang umurnya," sambung Buya bercanda sembari tertawa. Syafii mengatakan
panasnya Pilkada DKI tak akan terulang pada Pilkada Serentak 2018.
Namun, secara terang-terangan, Buya mengatakan politik uang masih
menjadi persoalan serius dalam praktik politik di Indonesia. "Yang sulit menghadapi politik uang. Itu yang menurut saya masih (membuat) prihatin," jelasnya. Bahkan Syafii menilai
politik uang lebih ganas dibanding politik SARA. Dia menganggap isu SARA
tidak akan mempengaruhi penilaian masyarakat dalam Pilkada Serentak
2018. "Kalau SARA saya rasa sudah menurun walaupun masih mencoba juga," ujarnya. Syafii menyampaikan hal
ini dalam Diversity Award, yakni ajang pemberian penghargaan terhadap
jurnalis yang berkomitmen dalam membuat karya jurnalistik tentang isu
keberagaman. Ada empat pemenang dalam
penghargaan ini, yang terdiri atas media online, televisi, radio, dan
foto jurnalis. Media cetak tidak ada yang menjadi pemenang dalam award
ini. Menurut tim seleksi, karya dari jurnalistik cetak tidak ada yang
memenuhi persyaratan. (idn/jbr/Detik.com)
0 komentar
Posting Komentar